Luar biasa! Credit Union ala Kalimantan di bawah naungan Badan Kordinasi
Credit Union Kalimantan ini sampai tahun buku 2009 mencatatkan aset Rp.
3.193.460.969.042-, dengan anggota 397.436 orang yang tersebar di 47 CU
primer di pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua
dan Maluku.
Menyebut kata "credit union" di Indonesia, hampir mayoritas orang akan
mengidentikkannya dengan Kalimantan Barat. Memang Kalbar dan credit union
ibarat sekeping mata uang logam: dua tapi satu. Betapa tidak, dua credit
union terbesar di Indonesia ada di Kalimantan Barat, yakni CU Lantang Tipo
di Bodok, Sanggau dan CU Pancur Kasih di Pontianak. Bagi sebagian besar
masyarakat Kalimantan Barat, termasuk para pejabatnya seperti gubernur,
bupati, anggota legislative maupun pengusaha, credit union sudah menjadi
bagain dari kehidupan mereka; apalagi di daerah pedalaman. Hampir seluruh
pedalaman Kalbar--yang sangat sulit dijangkau lembaga keuangan
lainnya--sudah ada pelayanan credit union.
Secara nasional, Credit Union (CU) di Indonesia kini bukan lagi sekedar
lembaga keuangan, tetapi sudah menjadi gerakan ekonomi karena besar dan
luasnya dampak yang dihasilkannya. Secara kuantitas, sampai Oktober 2009
menurut data dari Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit) terdapat
964.048 orang anggota dengan aset sekitar Rp.6 triliun yang tersebar di 965
Kopdit primer. Saat ini Inkopdit memiliki jaringan 30 Puskopdit/ Pra
Puskopdit/ BK3D yang tersebar di beberapa Propinsi di seluruh Indonesia.
DR. Eddy Suratman, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, menilai
bahwa CU model Kalimantan yang dipelopori AR. Mecer telah berkontribusi
secara signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan
khususnya, dan masyarakat umumnya. "Credit union benar-benar sangat membantu
perekonomian masyarakat yang tidak punya akses ke bank komersial karena
inilah lembaga keuangan yang benar-benar dimiliki dan dikelola rakyuat
secara langsung,"ujarnya dalam sebuah seminar erkonomi kerakyatan di
Pontianak beberapa waktu lalu.
"CU benar-benar sangat membantu kami masyarakat pedalaman ini sebagai alat
kami berusaha sekaligus memberikan kami pengetahuan dan kebijakan dalam
pengelolaan keuangan,"ujar Masita, seorang pedagang yang bermodal pinjaman
dari CU Gemalaq Kemisiq di kampung Beriam, Manis Mata, Ketapang--perbatasan
Kalbar-Kalteng.
Credit union terbukti telah meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi
jutaan rakyat di Indonesia. CU telah mensejahterakan banyak orang tanpa
memandang golongan agama, etnis, status sosial dan aneka perbedaan buatan
manusia lainnya.
Memutus rantai kemiskinan
Lahirnya credit union merupakan cara yang jitu untuk memutus rantai
kemiskinan. Meminjam istilah Ragnar Nurkse, ahli ekonomi asal Swedia
penerima Hadiah Nobel, kemiskinan itu adalah sebuah vicious circle poverty
atau lingkaran setan kemiskinan. Menurutnya, keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya
produktifitas. Karena produktifitas rendah maka pendapatan juga rendah
sehingga berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya
investasi berakibat pada keterbelakangan...dan seterusnya membentuk
lingkaran, tidak ada putusnya.
Begitulah kondisi masyarakat dimana CU didirikan, seperti di Jerman,
Indonesia dan khususnya Kalbar. Fenomena kemiskinan struktural dan kultural
semacam ini menggambarkan bagaimana kaum miskin tetap miskin karena dia
miskin, dan demikian terus berlaku secara turun-temurun tanpa menemukan
jalan keluar. Akhirnya Si miskin tetap miskin bahkan semakin terjerat dalam
“kubangan kemiskinan” karena mereka mendapatkan “bantuan” berupa pinjaman
dari lintah darat, pengijon, tengkulak atau perantara yang menagih cicilan
dengan bunga yang tinggi.
Menukik ke konteks Kalimantan, khususnya Kalbar, ketika CU awal didirikan,
kondisi yang dialami mayoritas masyarakat, khususnya Dayak, sangatlah
memprihatinkan. Masyarakat masuk dalam lingkaran setan kemiskinan
struktural. Bagi masyarakat Dayak sendiri, peran misionaris Katolik dan
Protestan sangat besar untuk memutus lingkaran setan kemiskinan melalui
pendidikan, kesehatan, pelayanan social lainnya dan credit union.
Credit berasal dari bahasa Latin Credere yang artinya percaya; Union berarti
perkumpulan. Credit Union berarti kumpulan orang-orang yang saling percaya.
“People helping people help themselves” adalah filosofi Credit Union.
Gerakan ini berawal dari Jerman, yakni dirintis walikota Flammersfield
bernama Frederich Wilhem Raifeisen. Gerakan ini menyebar ke Kanada dan
Amerika Serikat. Tahun 1934 pada masa pemerintahan Presiden FD Rosevelt,
gerakan ini mendapatkan legalitas dan dibentuklah Biro Pengembangan Credit
Union sedunia dengan nama World Council Of Credit Union (WOCCU). Di Asia
dibentuk The Asia Confederation of Credit Union (ACCU).
Tahun 1963 diadakan seminar "Social Ekonomic Life in Asia" dan "Sosial
Action Leadership Course" di Bangkok yang dihadiri Delsos-Delsos peserta
dari Indonesia. Dalam seminar ini diparkan ide tentang CU. Tahun 1968-1969
gerakan Credit Union mulai dirintis melalui Konpernas PSE/Delsos di Bandung
tahun 1968 dan Konpernas PSE/Delsos di Sukabumi tahun 1969.
Tahun 1967 Mr. A.A. Baily, perwakilan WOCCU, diundang ke Indonesia untuk
memperkenalkan CU. Pater Karl Albretch Karim Arbi, SJ bersama-sama
rekan-rekannya seperti Ir. Ibnoe Soedjono, Margono Djojhadikusumo, Mokhtar
Lubis, Prof. Dr. Fuad Hasan dan Prof. Dr. A.M. Kadarman, SJ, serta Roby
Tulus kemudian memasyarakatkan gagasan CU. Kehadiran CU yang berpihak pada
kaum miskin-melarat-terlantar, menarik perhatian masyarakat.
Kelompok-kelompok kecil yang merasa senasib sepenanggungan, bersama-sama
mulai mendirikan CU.
Mulai banyaknya CU primer di Indonesia, mendorong Pater Albrecht dan
kawan-kawan membentuk Credit Union Counseling Office atau yang disingkat
dengan CUCO, pada tahun 1970. CUCO inilah yang kemudian hari berkembang
menjadi Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia atau BK3I (kini
Inkopdit). Sejak saat itu sosialisasi tentang credit union dilakukan oleh
CUCO di berbagai tempat di Indonesia.
CU ke Kalbar tahun 1975, tidak lepas dari peranan Gereja Katolik. Delegatus
Sosial yang berada di bawah Keuskupan Agung Pontianak, pada tahun 1976
menyelenggarakan pendidikan CU di Nyarumkop dan Sanggau. Pendidikan tersebut
dimaksudkan agar masyarakat Kalimantan Barat memahami CU dan bernisiatif
mendirikannya. Pendidikan tersebut mendorong para peserta sepulang dari
pendidikan tersebut, untuk mendirikan CU-CU di tempatnya masing-masing.
Harapan ingin memperbaiki masa depan yang lebih baik, mendorong para peserta
pendidikan CU di Nyarumkop dan Sanggau itu mendirikan 40 CU yang tersebar di
wilayah Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sambas.
Pada masa awal ini inti CU hanyalah sebatas simpan pinjam dan tidak mendidik
anggotanya. Nilai-nilai CU yang seharusnya ditanamkan melalui pendidikan
tidak dilakukan. CU masih diurus secara konvensional. Pengurus merangkap
sebagai staf, pelayanan dilakukan tidak full time dan produk yang ditawarkan
kepada anggota tidak lebih dari simpan dan pinjam. Akhirnya, pelan tapi
pasti semangat ber-CU anggota luntur. Bisa ditebak: pelan tapi pasti CU-CU
itu kolaps, umumnya akibat kredit macet dan mis manajemen. Yang bertahan
hanya CU Lantang Tipo di Bodok, Pusat Damai-Sanggau.
Tahun 1985 PSE dan CUCO mengadakan pelatihan CU di Pontianak. Peserta
pelatihan sepakat mendirikan CU laboratorium yang diberi nama Khatulistiwa
Bhakti (CU KB). Walaupun pada masa awalnya terkesan jalan di tempat, namun
CU KB mampu terus bertahan, dan kini telah berkembang menjadi sebuah CU
besar di Kota Pontianak.
Tahun 28 Mei 1987, para aktivis Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK)
yang dimotori AR.Mecer menginisiatifi pendirian CU yang kemudian diberi nama
CU Pancur Kasih. Anggota pertama 61 orang yang sebagian besar adalah para
guru di persekolahan Santo Franciskus Assisi, setelah 3 tahun CU ini
berkembang pesat: anggota 446 orang.
Untuk mengkordinasikan CU-CU primer tahun 1988 didirikan Badan Koordinasi
Koperasi Kredit Daerah (BK3D) Kalimantan Barat.
Belajar dari kegagalan 40 CU sebelumnya, CU Lantang Tipo, CU Khatulistiwa
Bakti, CU Sehaq, dan CU Pancur Kasih sebagai CU awal di Kalbar kala itu
berusaha mencari bentuk dan inovasi. Hasil dari inovasi-inovasi pengurus dan
anggota itu mulai terasa dampak positifnya. CU mulai diurus semi
professional dan memperluas daerah pelayanan. Terutama CU PK, dengan support
dari para aktivis YKSPK dan unit-unitnya, mulai tahun 1993 sangat gencar
mensosialisasikan CU ke daerah-daerah. Di era rejim Orde Baru yang sangat
ketat, maka CU menjadi pintu masuk kegiatan LSM di masyarakat agar tidak
dicurigai dan dilarang. Dalam setiap kegiatan, CU selalu diperkenalkan
sebagai wadah pemberdayaan masyarakat.
Karena semakin banyak komunitas, lembaga dalam dan luar Kalbar yang ingin
mendirikan CU, maka tahun 1995 YKSPK membentuk unit Program Ekonomi
Kerakyatan (PEK) untuk menjadi fasilitator CU-CU tersebut. Ada puluhan CU
yang difasilitasi pendiriannya maupun pendampingannya, baik di Kalbar,
Kalimantan lain, maupun di pulau lain seperti CU Uma Mentawai di
Mentawai-Sumatera Barat. Akhirnya ada puluhan CU yang berdiri di Kalbar.
Agar CU tetap berkembang dengan baik, maka insan-insan CU, terutama BK3D,
sangat proaktif mencari inovasi. CU harus menguntungkan anggotanya di satu
sisi, di sisi lain CU harus bisa menghidupi dirinya/organisasinya. Mulai
tahun 2000-an lahirlah inovasi CU yang terkenal, yakni CU professional atau
CU modern dengan ciri khas lokal. Inilah yang kemudian dikenal dengan CU
model Kalimantan.
CU professional dengan ciri khas lokal inilah yang bisa dikatakan sebagai
rahasia sukses pengembangan gerakan CU di Kalimantan Barat dan Kalimantan
lainnya dibanding daerah lain di Indonesia. NIlai-nilai, budaya, kearifan
masyarakat lokal dijadikan landasan dan pegangan dalam pengembangan CU tanpa
meninggalkan prinsip-prinsip universal credit unon. Perpaduan antara
pengetahuan lokal dan luar inilah yang membedakan dan mengantarkan gerakan
CU model Kalimantan ini berkembang pesat baik di Kalimantan maupun di luar
Kalimantan.
AR.Mecer, Ketua BKCU Kalimantan berhasil memformulasikan empat filosofi
kehidupan masyarakat adat Dayak dalam pelayanan dan produk-produk CU.
Keempat filosofi tersebut --yang disebut sebagai "Empat Jalan
Keselamatan"--adalah konsumsi, benih, sosial, ritual.
Konsumsi: penting sekali memenuhi kebutuhan makan-minum, meliputi kebutuhan
pokok manusia yaitu makan-minum sehari-hari, sandang, papan, pendidikan,
kesehatan, air bersih, dan lain sebagainya agar memenuhi karya penciptaan
Tuhan di bumi ini dari generasi ke generasi.
Benih: menyisihkan hasil sebagai benih untuk ditanam kembali, yang erat
kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam/hayati dan
konsep menghemat dari hasil kerja agar ekologi dan kehidupan ini dapat
lestari.
Sosial: pentingnya kebutuhan sosial-budaya untuk menyokong kualitas hidup
pribadi yakni kesadaran untuk partisipasi dan emansipasi dalam bentuk
sumbangan materi maupun “doa dan restu” untuk membangun dan mempertahankan
keutuhan relasi sosial di antara sesama manusia. Di sini terdapat nilai dan
spirit kebersamaan dan social.
Ritual: pentingnya kebutuhan ritual untuk menyeimbangkan hubungan dengan
Tuhan (vertical) dan hubungan dengan sesama dan lingkungan alamnya
(horizontal). Konsep ritual ini memberikan partisipasi horizontal yang
menekankan keseimbangan hubungan antara alam-sesama-Tuhan.
Empat filosofi ini diwujudkan dalam produk CU. Karena itulah ada produk
simpanan bunga harian (konsumsi); ada simpanan jangka panjang, deposito
(benih); ada solidaritas sosial--seperti kesehatan, pendidikan; ada
solidaritas kematian, tabungan hari raya (ritual).
Menggarami dunia
Sukses CU model Kalimantan di bawah BKCU Kalimantan menginspirasi banyak
komunitas untuk belajar dan mendirikan CU di daerahnya; baik dari dalam
maupun luar negeri. Karena itulah BKCU Kalimantan dan lembaga mitranya di
Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK) kebanjiran permintaan fasilitasi
pendirian CU dari seantero tanah air; serta memfasilitasi komunitas dalam
dan luar negeri yang magang, misalnya dari Bangladesh, Filipina,
Sabah-Malaysia, Myanmar, Timor Leste, dan Thailand. Inilah kesempatan CU
model Kalimantan "menggarami" dunia sekaligus menyebarkan nilai-nilai
masyarakat adat Dayak khususnya kepada dunia.
Bahkan keberhasilan CU model Kalimantan sebagai salah satu alternatif model
pembangunan bagi masyarakat adat membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
melalui Permenen Forum Masyarakat Adat mengundang John Bamba, Direktur
Institut Dayakologi sekaligus Ketua CU Gemalaq Kemisiq untuk membagikan
pengalaman gerakan CU ala Kalimantan. Di hadapan diskusi panel para ahli
tentang masyarakat adat sedunia di kantor PBB New York (12-14 Januari 2010).
Dalam paparannya John menegaskan bahwa CU ala Kalimantan menawarkan
“kebebasan” dan “kesempatan” kepada masyarakat. Di credit union, masyarakat
adat Dayak menemukan sebuah cara untuk menerapkan model pembangunan secara
mandiri yang didasarkan pada budaya dan identitas mereka sendiri. "CU
menjadi alat untuk mengubah dari lingkaran pemiskinan, keputusasaan,
perasaan tidak berdaya, dan dari ketergantungan pada pihak luar yang
berakibat pada penindasan dan terpinggirkan berabad-abad lamanya,"jelasnya.
Menurut John Bamba, selama dua dekade keberadaan gerakan CU di Kalimantan
telah secara signifikan mengubah cara pandang masyarakat Dayak terhadap diri
mereka sendiri. Dengan punya akses keuangan di CU, masyarakat adat telah
menemukan solusi yang lebih baik untuk mengatasi kebutuhan cepat dan
darurat. CU telah sangat menolong mengurangi penjualan tanah dan pengambilan
sumber daya alam, seperti kayu, untuk mendapatkan uang tunai. Karena CU
mengedepankan pendidikan yang berkelanjutan bagi anggotanya untuk memiliki
manajemen keuangan yang baik, masyarakat tersebut dilindungi dari tindakan
spekulasi dan konsumerisme.
Menurut buku "Manifesto Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih" (2009) CU-CU di
luar Kalimantan yang difasilitasi BKCU Kalimantan dan GPPK adalah sebagai
berikut.
1. CU Bintang Karantika Meratus di Batu Kampar, Kalimantan Selatan.
2. CU Sumber Rezeki di Ampah (Kalteng).
3. CU Remaung Kecubung di Pangkalan Bun (Kalteng).
4. CU Betang Asi di Palangkaraya (Kalteng).
5. CU Eka Pambelum Itah di Sampit (Kalteng).
6. CU Daya Lestari (Samarinda, Kaltim).
7. CU Petemai Urip di Mamak Tebok, Kab.Kutai Barat (Kaltim).
8. CU Citra Dayak, Kaltim.
9. CU Alang Jalung, Kaltim
10. CU Sempekat Ningkah Olo, Kutai Barat, Kaltim.
11. CU Femung Pebaya, Malinau, Kaltim.
12. CU Almendo, Papua.
13. CU Mambuin, Papua.
14. CU Sinar Papua Selatan.
15. CU Uma Mentawai, Sumatera Barat
16. CU Bererod Gratia, Jakarta
17. CU Prima Danarta, Surabaya
18. CU Cindelaras Tumangkar, Jogyakarta
19. CU Jembatan Kasih, Riau
20. CU Bahtera Sejahtera, Maumere NTT
21. CU Gerbang Kasih, Ende, NTT
22. CU Sinar Saron, Larantuka, NTT
23. CU Kasih Sejahtera, Atambua, NTT
24. CU Suan Sibarrung, Tana Toraja, Sulsel
25. CU Mekar Kasih, Makasar
26. CU Mototabian, Kota Kotamobagu, Sulut
27. CU Hati Amboina, Ambon
28. CU Mambuin, Manokwari, Irjabar
29. CU Almendo, Sorong, Papua Barat
30. CU Sinar Papua Selatan, Merauke, Papua
31. CU Ndar Sesepok, Agat, Papua
Menurut DR.Francis Wahono, pakar ekonomi sekaligus pegiat ekonomi
kerakyatan, berkembang pesatnya gerakan CU di Kalimantan Barat khususnya dan
Kalimantan umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Gerakan Pemberdayaan Pancur
Kasih (GPPK) dan Majalah KR. "Tanpa dua hal itu, terus terang saja, saya
yang hidup di bagian Indonesia yang lain, selama 25 tahun terakhir ini,
tidak pernah akan mengenal, apalagi mengapresiasi Kalbar,"aku Francis.
Memang majalah ini sejak tahun 1996 secara rutin menyediakan halaman khusus
untuk informasi credit union. Dan secara khusus sejak tahun 2005 dijalin
kerja sama dengan Badan Kordinasi Credit Union Kalimantan (BKCUK) sehingga
KR menjadi media resmi tentang credit union. "Saya mengenal CU karena
membaca KR di perpustakaan kampus,"ujar Andrea, mahasiswi sebuah perguruan
tinggi di Pontianak.
Sedangkan GPPK melalui lembaga/unitnya secara proaktif menyebarluaskan
credit union ke seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. CU menjadi
pintu masuk aktivitas lembaga-lembaga di lingkungan Gerakan Pancur Kasih;
terutama di masa rejim Orde Baru.
Lembaga anggota GPPK tersebar di Kalbar dan Kaltim, antara lain Yayayasan
Karya Sosial Pancur Kasih (dan unit-unitnya), CU Pancur Kasih, BPR Panbank,
Institut Dayakologi-Majalah KR, LBBT, Perkumpulan Nurani Perempuan-Kaltim,
KPD, KSU Mitra Kasih, POR, AMAN Kalbar, Ruai TV, Radio Rama.
CU ala Kalimantan yang dikembangkan BKCU Kalimantan bukan lagi hanya sebuah
gerakan keuangan tetapi sudah menjadi sebuah gerakan social. Yakni gerakan
untuk memperbaiki nasib, harkat dan martabat manusia dengan pintu masuk
ekonomi. "Saya optimis, jika 10 persen saja penduduk Indonesia yang menjadi
anggota CU maka kondisinya jelas berbeda,"papar Mecer.
Tak tertandingi
Perkembangan gerakan CU ala Kalimantan ini tidak tertandingi ekonomi
kerakyatan lainnya. Pertumbuhan asset, anggota dan dampak sosial, ekonomi,
budaya gerakan ini untuk masyarakat sangat dirasakan. Sampai Desember 2009
asetnya Rp. 3.193.460.969.042-, dengan anggota 397.436 orang yang tersebar
di 47 CU primer.
Harapan-Tantangan
Gerakan CU ala Kalimantan ini masih sangat dinantikan jutaan rakyat yang
belum mengenal dan mendapat manfaat CU. Gubernur Kalbar Cornelis, MH dalam
sambutannya ketika Pembukaan RAT CU Pancur Kasih (23/2/2010) mengharapkan
agar CU tidak hanya difokuskan di daerah pedalaman, tetapi harus juga
dikembangkan di daerah pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan para
nelayan.
"Pemerintah telah memberi keleluasaan, keistimewaan ke CU yakni tidak kena
pajak. Karrena itulah saya harap agar secara internal para pengawas,
pengurus dan manajemen adalah orang-orang yang jujur, profesional,
menerapkan manajemen modern, tidak ada kepentingan keluarga, pribadi,
apalagi kepentingan politik praktis," pintanya seraya menunjukkan buku
anggota CU Pancur Kasih miliknya.
Harapan terhadap gerakan CU juga disampaikan Komisi PSE Konferensi
Waligeraja Indonesia. Dalam Konferensi Nasional Komisi PSE-KWI tahun 2000,
PSE KWI berharap agar CU di Indonesia tidak lupa dengan peran Gereja Katolik
sebagai pihak yang pertama memperkenalkan gerakan CU di Indonesia.
Sebaliknya Gereja Katolik juga tidak lupa harus terlibat aktif dalam
pengembangan CU. Sebab jika CU gagal, maka bisa dikatakan kegagalan Gereja
Katolik juga.
Menurut Drs. AR. Mecer, Ketua BKCU Kalimantan, gerakan CU ala Kalimantan ini
ke depan akan terus dikembangkan ke luar Kalimantan, termasuk ke luar
negeri. "Misalnya, di Asia (Vietnam, Kamboja, Filipina, Bangladesh, Sabah,
dan Serawak), kita sudah studi banding ke sana. Jika mereka benar-benar
tertarik dan mau mengembangkan konsep yang kita tawarkan, kita siap untuk
memfasilitasinya," papar Mecer kepada Dominikus Uyub dan Maksi Hajaang dari
KR di rumahnya.